Agama berkata, “Percayalah!”
Ilmuwan berkata, “Buktikan!”
Tapi Tan Malaka menampar keduanya dengan satu buku: MADILOG.
Sebuah metode berpikir yang membuat Marxis dan Ulama sama-sama geram.
Bukan karena kekerasan. Tapi karena ia menghancurkan kebodohan—tanpa setetes pun darah.
————-
Tahun 1942.
Tan Malaka, buronan nomor satu Belanda dan Jepang, bersembunyi di pelosok Jawa.
Ia tak menulis strategi perang.
Tak pula menyusun rencana revolusi bersenjata.
Yang ia lakukan: menulis MADILOG—sebuah buku yang lebih berbahaya dari senjata.
———–
Kenapa?
Karena Tan Malaka tahu:
Musuh terbesar bukan penjajah, tapi cara berpikir dogmatis yang membelenggu rakyat.
Ia menggempur tiga racun pikiran:
- 1. Mistisisme — “Ini sudah takdir!”
- 2. Feodalisme — “Tuan selalu benar!”
- 3. Kepatuhan buta — “Jangan tanya, ikuti saja!”
Dengan logika brutal, Tan Malaka membuktikan:
Kita bisa merdeka tanpa menunggu wangsit atau juru selamat.
—————
3 Hukum Tan Malaka untuk Membebaskan Pikiran
1. Jangan TERIMA, TANYA!
Mengapa petani miskin harus bersyukur,
sementara tuan tanah hidup mewah?
> MADILOG memaksa kita meragukan segala sesuatu sebelum kita yakin.
2. Jangan MIMPI, UKUR!
Tan Malaka mengejek gagasan, “Revolusi harus menunggu bintang jatuh.”
> Ia menggantinya dengan data, fakta, dan sebab-akibat.
3. Jangan MENGUTUK, PECAHKAN!
Daripada berkata “Ini nasib,”
> MADILOG mengajarkan kita merancang solusi sistematis.
————————
Contoh Gila:
Tan Malaka menggunakan matematika untuk membuktikan bahwa kolonialisme adalah penipuan ekonomi, bukan takdir ilahi.
————————–
Pikiran yang terjajah lebih berbahaya dari penjajah.
- Jika kamu masih:
- Percaya orang kecil tak bisa mengubah nasib
- Menganggap kritik sebagai bentuk durhaka
- Menunggu pahlawan turun dari langit
Maka kamu masih jadi korban mental budak!
———————-
Buku bisa tak bersenjata, tapi gagasan di dalamnya bisa meledakkan tirani.
Itulah MADILOG.
——————–
//edukasi anak bangsa//Tan Malaka